15 Nov 2013
Jika kita pahami ada sebagian pemahaman masyarakat kita bahwa seorang
sosok kyai ideal atau bahkan wali menurut sebagian orang adalah seperti
para pemburu hantu yang lama ditayangkan di TV itu. Tampilan pakaian
yang ‘Ustadz abis’ menimbulkan kesan sebagai ilmu putih. Ditambah dengan
aksinya yang memukau. Memagari jin secara gaib, menggiringnya, hingga
memasukan jin ke dalam botol.
Tentang kemungkinan apakah team itu melihat jin yang berada di setiap
rumah yang dikunjungi, sebelumnya perlu diketahui bahwa pada asalnya
jin itu tidak bisa dilihat mata. Ibnu Uqail rahimahulah menyebutkan:
‘Tiada dikatakan ‘jin’ melainkan karena sifatnya yang istijnan yakni
istitar (terhalang) dari pandangan mata.’ Pendapat tersebut sejalan
dengan firman Allah:
“Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS Al-A’raf 27)
Ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama, apakah jin memungkinkan
untuk dilihat manusia ataukah tidak. Imam Safi’I termasuk yang
berpendapat tidak mungkin dengan dasar ayat di atas, seperti yang beliau
katakana: “barangsiapa mengklaim bahwa dirinya dapat melihat jin, maka
kami menganggap syahadatnya batal, kecuali jika dia seorang nabi.”
Jika benar pendapat Imam Syafi’I ini, maka yang beliau maksud adalah
melihat jin dalam wujud yang asli, sedangkan melihat jin dalam bentuk
tasyakkul (malih rupa) itu memungkinkan dalam kondisi tertentu. Seperti
dijelaskan Ibnu Hajar ketika mengomentari pendapat Imam Syafi’I, “Yang
beliau katakana ini sangat mungkin bagi orang yang mengklaim melihat jin
dalam bentuk aslinya sebagaimana dia diciptakan. Sedangkan orang-orang
yang melihat jin dalam bentuk yang telah melakukan penyerupaan dalam
bentuk hewan misalnya, maka hal itu tidak mengapa. Karena berbagai
riwayat telah menyebutkan tentang tasyakkul jin.”
Jin (meski dalam bentuk tasyakkul) bisa dilihat dalam tiga kondisi.
Pertama, jin menampakkan diri atas kemauannya sendiri. Seperti setan
yang menampakkan diri dalam wujud Suraqah bin Malik bin Ju-stam ketika
perang badar, juga sahabat anshor yang bertemu dengan ular di ranjang
yang ternyata adalah jin, keduannya bergulat hingga semuanya mati dan
tidak diketahui mana yang lebih dulu mati, seperti yang diriwayatkan
oleh Abu Sa’id Al-Khurdi dalam shahih Muslim.
Kedua, dengan mantera, ritual syirik atau diminumi air mantera. Hal
ini seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki khadam dari
golongan jin. Dia bisa memanggil maupun melihat jin yang menjadi
piaraannya meski dalam wujud yang bukan wujud aslinya
Ketiga, orang yang kesurupan terkadang melihat jin. Dari ketiga
kemungkinan tersebut, yang paling dekat dengan aksi para pemburu hantu
adalah yang kedua, wallahu a’lam. Karena dia (mengaku) bisa melihat jin,
sehingga mampu memagarinya dengan ‘pagar gaib’ agar jin tidak kabur .
tetapi, tidak mungkin seseorang mengetahui yang gaib di segala tempat
yang diinginkannya, karena Allah berfirman,
“(Dialah Allah) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada
Rasul yang diridhainya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga
(malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS Al-Jin 26-27)
Untuk itulah para ulama menyebutkan bahwa di antara yang disebut sebagai thaghut adalah mereka yang mengaku melihat yang gaib.
Yang aneh, bejibun orang ngantri untuk melakukan pembuktian gaib.
Yakni dengan cara menyediakan dirinya sebagai mediator, jasad yang
dirasuki oleh jin. Mengherankan, mengapa orang banyak menyediakan diri
sebagai orang yang dirasuki setan. Padahal Nabi banyak mengajarkan
kepada kita kiat untuk mencegah diri dari gangguan setan. Orang yang
bersedia dijadikan mediator sama saja menyetujui tindakan orang yang
mengundang jin untuk masuk ke jasadnya. Sedangkan jin diundang dengan
mantra-mantra syirik (meski dicampur dengan ayat-ayat Al-Qur’an), atau
ada unsure berdo’a kepadanya. Karena pengertian do’a adalah memohon
kepada pihak lain yang gaib. Padahal do’a adalah ibadah, barangsiapa
yang mengalamatkan kepada selain Allah berarti dia telah melakukan
syirik.
Di sisi lain, orang yang rela dijadikan mediator tawakalnya kepada
orang yang memasukkan jin ke jasadnya. Yakni dia yakin bahwa si
paranormal kuasa menyembuhkan dia dari kesurupan sebagaimana dia mampu
mengundang jin dan memasukkan ke tubuhnya. Dan aksi memasukkan setan ke
dalam tubuh manusia hanya dilakukan oleh dukun dan tukang sihir, tak
satupun ulama Islam apalagi Nabi, sahabat, tabi’in maupun imam empat
madzhab yang pernah melakukannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments: