“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh”

24 Des 2011

Titip Rindu Dari Ku Untukmu, Bunda...

Ada yang berbeda ketika aku membuka Facebook pagi ini . Walaupun aku mungkin termasuk jama’ah Facebookiah yang tidak terlalu aktif, tapi status teman – temanku hari ini sepertinya seragam . Semua tentang orang-orang yang sangat mereka cintai yang Rasulullahpun memerintahkan kita untuk menghormatinya dengan perbandingan yang tidak main-main , 3 banding 1. Siapa lagi kalau bukan sosok ibu.

Akupun merasakan kerinduan yang amat sangat padamu bunda . Entahlah , aku tetaplah merasa seperti anak kecil kalau berada dihadapanmu , walaupun usiaku juga sudah tidak lagi muda. Aku merasakan ketenangan yang luar biasa ketika berada dalam peluk dan do’amu. Salah satu kelebihan dan anugerah Allah yang hanya diperuntukkan untuk kaummu.

Kadang-kadang aku merasa cukup malu ketika bunda nyentil ketika aku menelponmu : ‘’ kok lama nggak ngebel , gimana kabarmu ? Biasanya dadaku langsung terasa sesak karena merasa bersalah . Apa sih yang menghalangiku untuk sesering mungin bisa menghubungimu? Kalau alasan pulsa jelas tidak masuk akal karena saat ini berhamburan paket promo menelpon murah sehingga kadang- kadang tarifnyapun nggak lagi masuk di akal . Kalau alasan sibuk , seberapa sibuk aku mencari nafkah sehingga tidak punya lagi waktu barang 5 menit sekedar menyapa dan minta do’amu ? Entahlah ….

Yang jelas nafsu duniawi masih begitu kuat menancap di tubuh ini. Apalagi dengan pola kehidupan masyarakat yang hedonis dan materialistis yang semakin membuatku semakin jauh dari tujuan hidup sebenarnya . Bahkan semakin jauh dari tuntunan Rasulullah. Betapa kehidupan yang dipandang ‘’ layak ‘’ adalah ketka kita memiliki rumah dan kendaraan. Akan meningkat menjadi ‘’mapan’’ ketika seseorang mempunyai jabatan yang cukup tinggi di suatu instansi atau perusahaan dan pulang ke kampung dengan pakaian yang necis dan mobil yang mengkilap . Masya Allah.

Itulah bunda , sebenarnya masih banyak hal lain yang membuat aku malu. Karena kalau dipikir itu hanyalah alasan pembenaran ketika aku salah. Aku merasa benar ketika kesibukanku bekerja seharian menjadi alasan untuk mengulur-ulur waktu sholat, bahkan meninggalkan jamaah. Aku juga masih merasa benar ketika dalam bis yang penuh sesak itu aku tetap bisa duduk nyaman sementara barusan aku lihat seorang ibu dengan menggendong anaknya yang masih kecil harus berdiri berdesak-desakan dengan kaum lelaki yang secara fisik memang diciptakan lebih kuat.

Bahkan suatu ketika aku melihat dipinggir jalan ada seorang istri yang dipukuli suaminya dan berteriak-teriak minta tolong , itupun aku masih lagi punya alasan untuk tidak membantunya. Aaah, nggak usah ikut campur urusan orang dech , begitu hatiku membisikkan jawaban kepada otakku yang sempat berfikir keras bagaimana aku harus bertindak dalam situasi seperti itu.

Akupun masih merasa benar dan aman ketika bajuku yang kotor oleh keringat menjadi alasan untuk menunda sholat, sementara waktu sholat itu tidak pernah berjalan mundur. Yang paling parah adalah ketika aku merasa benar dan telah merasa ‘’berjasa’’ ketika tiap bulan aku bisa mengirimkan sedikit uang untuk membantu bunda. Padahal aku juga tahu , sebenarnya bukan itu yang bunda harap. Anak-anaknya bisa ingat dengan orang tua saja sudah menjadikan airmatamu mengalir deras. Melihat anak-anakmu bisa berjalan di jalan Allah adalah nikmat yang tiada tara bagimu.

Bunda ,
Ada sesuatu yang tak pernah kulupakan bahkan aku merasa kejadian itu baru berlangsung kemarin. 23 tahun yang lalu ketika aku pamit untuk mencari karunia Allah di pulau lain. Walaupun aku tahu saat itu bunda menangis karena kebetulan aku adalah anak pertama. Didepan pintu dengan wibawa bapak menasehatiku: ‘’Berangkatlah nak, bumi Allah itu luas, disini buminya Allah, disanapun buminya Allah. Allahlah yang akan menjagamu.’’ Akupun berjalan ke sisi ayah dimana bunda masih berdiri mematung. Aku cium tangan bunda dan memohon do’a dan keikhlasannya. Dengan mengelus kepalaku bunda lirih berdo’a: Ya Allah lindungi dan berikan jalan yang mudah untuk anakku.’’

Hampir rasanya aku tidak bisa lagi melanjutkan tulisan ini, bunda. Air mataku tak bisa terbendung lagi ketika mengingat betapa besar jasa dan pengorbananmu yang memang tak pernah aku bisa mengukurnya. Walaupun aku sudah beberapa kali ambil air wudhu…

Kemarin waktu aku cuti juga ada sesuatu yang membuat aku dan istriku surprise. Tidak seperti biasanya ibu kelihatan sumringah banget. Diajaknya istriku untuk masuk ke kamar karena beliau ingin menunjukkan sesuatu. Istrikupun terkejut ketika bunda menunjukkan cincin yang baru dibelinya sehari sebelum kami cuti. Dengan bangganya bunda menunjukkan kepada istriku bahwa cincin itu dibelinya dari uang kiriman yang beliau kumpulkan tiap bulan. Subhanallah…

Istriku mencoba menyampaikan keberatannya. Karena keinginan kami yang memang baru bisa membantu sedikit kepada ibu adalah untuk sekedar membantu belanja. Rupanya bunda merasa cukup dengan rejeki yang Allah berikan lewat usaha kecil-kecilan didepan rumah. Kebetulan bunda jualan rujak pecel dengan porsi anak-anak, sehingga santri-santri di musholla depan rumah itu bisa membeli dengan uang saku yang diberikan orang tuanya. Tidak terlalu besar memang , tapi Alhamdulillah cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Oo… rupanya ibu kepingin menabung dengan cara yang berbeda.

Memang ibu sering mengatakan kalau kita diberi maka tunjukkanlah bahwa kita senang memakai atau mempergunakannya, sebagai bentuk rasa terima kasih dan syukur atas nikmat Allah. Itulah hakekat syukur. Demikian juga kalau kita memberi, jangan sekali-sekali mengumumkan didepan orang banyak karena itu bisa membuat sedih si penerima . Bersikaplah seolah-olah kita tidak pernah memberikan sesuatu kepadanya, karena itulah hakekat ikhlas.

Untuk ukuran usia sepuh , bunda termasuk rajin belajar ‘’memodifikasi’’ jenis maupun rasa jualannya agar tidak monoton. Biasanya istriku yang jadi tempat bertanya. Akupun bersyukur dengan keadaan ini. Jangan ditanya kedekatan bunda dengan istriku, untuk hal-hal menyangkut agama yang beliau kurang faham atau sesuatu yang beliau anggap baru pasti istriku yang jadi target tempat bertanya. Aku dan ayahpun sering mesam-mesem melihat keakraban mereka berdua. Alhamdulillah.

Bunda ,
Seharusnya masih banyak yang bisa aku tulis bahkan mungkin bisa berlembar-lembar halaman. Tapi setiap aku mengingatmu dan berbagai kebaikanmu, tiba-tiba saja dadaku bergemuruh menyimpan kerinduan yang semakin membuncah.Tangankupun kompak , berhenti sesaat tidak bisa lagi menuliskan lanjutannya.
Aku sering kagum dengan semangatmu. Bahkan beberapa waktu yang lalu bunda menghadiri undangan teman jualan di pasar dulu yang oleh Allah beberapa bulan yang lalu dipanggil untuk menunaikan ibadah haji. Dengan bersepeda ibupun dengan senang hati menghadiri undangan tersebut. Padahal jarak yang ditempuh cukup jauh. Tidak sedikitpun terlihat capek di wajah bunda. Dan itu dilakoninya setiap menerima undangan.

Alasan bundalah yang membuatku terkagum-kagum. Beliau selalu beralasan , kalau sampai saat inipun ibu belum bisa ke baitullah paling tidak ibu ikut senang dengan orang-orang yang dipanggil Allah menjadi tamu-Nya. Beliau selalu yakin kalau kita mencintai orang yang sedang menuju Allah, mudah-mudahan kasih sayang Allah juga tercurah kepada kita.

Bahkan hanya dengan sentilan lagu ‘’Ibu’’ nya Iwan Fals yang pagi ini dilantunkan salah seorang temanku sudah cukup membangkitkan rinduku padamu.
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintangan demi aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
..

Sampai disitupun sudah membuat air mata ini tak terbendung. Aku jadi sentimental kata orang. Tapi biarlah rindu itu tetap menggumpal di dadaku, tetap tebal dan mengalir deras .Seperti kasih bunda kepada kami anak-anaknya yang tak pernah sedikitpun kering dan berhenti mengalir , walaupun tingkah polah kami jarang bisa membuatmu tersenyum…..

Oleh M .jono AG

0 comments: