“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh”

16 Apr 2011

Serangan Ulat Bulu Peringatan Tuhan Untuk DPR?

Fenomena ulat bulu yang menyeberang di seluruh kepulauan di Indonesia menimbulkan pertanyaan sendiri. Di satu sisi, para wakil rakyat di Gedung Dewan sana, justru ingin dibangun sebuah gedung mewah. Lantas apa hubungan keduanya. Secara mata telanjang memang tak ada hubungan secara historis maupun politis. Tapi, bagi budayawan Hardi, fenomena ulat bulu di Tanah Air memiliki makna tersendiri terutama bagi pemimpin bangsa.

"Tidak harmoni lagi dengan kelakuan kekuasaan. Sehingga tuhan atau alam mengirimkan simbol ini dengan ulat bulu," kata Hardi saat menjadi pembicara dalam diskusi Polemik Trijaya di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (16/4/2011).

Menurut Hardi, ulat bulu yang sudah melakukan proses meditasi sedemikian rupa maka akan menjadi kupu-kupu yang indah. "Jadi pemimpin itu sekarang harus melakukan taubat kepada Tuhan supaya bisa menjadi kupu-kupu yang indah," terangnya mencoba menganalisa.

Sehingga menurut Hardi, semua itu adalah pertanda dari Yang Kuasa kalau para pemimpin di negara ini harus bertaubat.

Serangan ulat bulu di Probolinggo, Jawa Timur, semakin meluas. Jika sebelumnya hanya di dua kecamatan, kini merambah ke satu kecamatan lain.

Sebelumnya hujan ulat bulu hanya terjadi di 11 desa di dua yakni Leces dan Tegal Siwalan. Kini, hama ulat sudah menyebar ke Desa Kedung Lo, Kecamatan Bantaran.

Bahkan ulat bulu juga menyerang hampir separuh provinsi di Indonesia.

Sementara itu, Sosiolog Universitas Sriwijaya Alfitri menilai gedung baru DPR merefleksikan keinginan tanpa batas dari anggota dewan. Dia mengibaratkan kengototan pembangunan gedung baru itu bak serangan ulat bulu yang kini menyerang berbagai daerah.

"Kalau dilihat ulat bulu, gedung baru ini ulat bulu. Ada penyebab kegatalan, ada masyarakat gelisah," kata Alfitri dalam Diskusi Polemik Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta.

Menurut Alfitri, kegatalan yang muncul dari masyarakat terhadap rencana pembangunan gedung baru itu adalah gatalnya masyarakat akibat kegelisahan dan keinginan untuk mengkritik. "Ini sebuah fenomena dagelan, bagaimana rapat-rapat DPR itu hanya dagelan politik saja," ujarnya.

Alfitri menilai parlemen masa lalu lebih baik dibandingkan saat ini. Kala itu, perdebatan di parlemen dilakukan secara massif tetapi muaranya tetap untuk kepentingan untuk rakyat. "Sekarang untuk rakyat tidak signifikan," katanya.

Dari kacamata sosiologi, Alfitri menilai kengototan DPR membangun gedung baru merupakan upaya untuk membangun simbolisasi kekuasaan. "Inilah yang sebabkan anggota parlemen ngotot," katanya.

Sementara itu, psikolog politik Hamdi Muluk menilai keinginan anggota dewan membangun gedung baru DPR menunjukan mereka tengah sibuk berlomba. Sayangnya lomba yang diikuti tersebut miskin substansi, gagasan, intelektualitas, miskin moral, dan karakter.

Hamdi menilai, anggota parlemen saat ini terjebak pada politik aksesoris dan kosmetik hingga mereka lupa menempatkan kepentingan rakyat. 

"Dari awal yang masuk ke DPR itu dari hulunya itu, parpol tidak jalankan fungsinya yang benar nominasikan calon dengan kualitas yang benar," kata Hamdi.

Kondisi ini semakin parah ketika masyarakat sendiri tidak mengetahui dan mengerti anggota parlemen yang mereka pilih. Seharusnya anggota DPR merasa bahwa kelakuan mereka yang tidak benar bakal membuat kesempatan untuk terpilih kembali menjadi tipis.

0 comments: